Senin, 12 November 2012

Di suatu ANTRIAN rumah makan...

Suatu siang hari yang panas menyengat kulit, saya berjalan kaki tunggang langgang menuju sebuah rumah makan. Waktu itu, rumah makan tersebut sudah dikerumuni oleh kaum hawa. Maklum makanan yang disediakan juga lumayan enak-enak. Apalagi yang menjadi menu andalan di warung tersebut, Ayam Kribo #promosi. Ayam yang dipresto hingga tulangnya menjadi lunak dan bungkus dengan 'rambut kribo'. Rambut kribo di sini bukanlah rambut yang ada di kepala para kribo. Bukan. Rambut kribo di sini terbuat dari adonan tepung yang mirip dengan 'rambut kribo'. Terasa renyah dan crunchy ketika digigit.  Lantas jangan berandai-andai bahwa para rambut kribo itu bisa dimakan loh. Sama sekali tidak!. Camkan itu baik-baik.

Baik. Cukup sudah dengan masalah si Kribo. Back to the topic. Nah, waktu itu saya mendapat antrian yang ke satu.. dua.. tiga.. empat.. lima. Iya antrian yang kelima. Empat antrian di depan merupakan mahasiswi semua. Bukan berarti saya cari kesempatan, melainkan tuntutan keinginan untuk membeli si Kribo. Saya pun menerka-nerka sambil berhitung-hitung, kalau saja antrian yang di depan memiliki keinginan yang sama dengan saya. Hmm. Sepertinya pupuslah harapan saya untuk merasakan seberapa renyahnya si Kribo. Baik. Banting setirlah saya dengan pasang target ke menu yang lain.

Saat antrian sisa dua orang lagi, datanglah mahasiswi dengan menyalip dari samping kiri. Wuzz. Tanpa tengok kanan yang kebetulan ada saya, dia membuat antrian baru. Kesallah saya dalam hati. Saya redam kekesalan tersebut dengan senyum-senyum tidak jelas. Jelas, siapa coba yang tidak kesal tiba-tiba antriannya diserobot orang?. Apalagi keadaan saat itu lagi 'hot-hot'-nya dan perut juga susah diajak kompromi. Bisa-bisa urusan ini diangkat ke meja hijau, lebay. Tidak. Biarlah, mungkin saja dia sudah sangat lapar dari saya, atau juga ada keperluan yang lebih mendesak.

Antrian di depan saya pun lengang. Hanya menyisakan saya dan mahasiswi yang tadi. Saat pelayan rumah makan tersebut siap dengan entong nasi dan bungkusannya. Tiba-tiba..

"Mas gilirannya". Mahasiswi yang sedang mengantri dengan saya tadi mempersilahkan saya mengambil giliran.

"Oh iya" jawab saya sambil tertegun kagum beberapa detik.

Mungkin lebih cepat tuntutan perut dibandingkan dengan hati. Sontak saya langsung menyebutkan nasi satu porsi, sayur kecambah, dan ikan kering.

Saya langsung merasa tidak enak dengan prasangka buruk saya terhadap Mbak yang tadi. Karena saya sudah kali ke berapa mengalami kejadian serupa. Berdiri antri di rumah makan, kemudian ada yang menyerobot dari samping. Tapi, si Mbak yang satu ini berbeda dengan antrian yang sebelum-sebelumnya, yang memanfaatkan momen seperti ini. Antrian yang ini tahu diri. Tahu mana yang menjadi haknya, mana yang menjadi hak orang lain. Saya salut terhadap sikap Mbak. Sikap yang tahu akan aturan antri-mengantri. Siapa yang datang pertama akan dilayani pertama kali. Itulah aturan main dalam suatu antrian.

Terkadang, suatu tindakan seseorang mencerminkan seberapa baik hatinya. Seperti sikap Mbak di atas, mempersilahkan hak saya. Sebelumnya saya minta maaf atas prasangka buruk saya. Terima kasih, Mbak. Semoga tindakan Mbak dilipatkan pahalanya. Amin.

Saya pun membayar harga yang harus ditebus untuk makanan tersebut dan beranjak pergi.. ^_(SPY @KontrakanBalebak).

Minggu, 11 November 2012

Arti Sebuah NAMA...

Tak diragukan, semua orang pasti memiliki nama. Apakah itu nama panggilan, nama lengkap, nama samaran, atau varian nama lainnya. Ada yang punya nama hanya satu kata, ada juga yang memiliki nama yang sangat panjang hingga susah dilupakan, eh diingat. Hampir semua bayi yang baru lahir memiliki nama. Persoalan memberi nama kepada seorang anak, terkadang perkara yang tidak mudah bagi orang tua. Ketika seorang bayi untuk pertama kalinya menangis di muka bumi, orang tua kita sibuk menyusun deretan nama-nama. Memikirkannya hingga matang-matang, nama-nama yang nantinya akan menjadi bagian dari hidup kita.

Bahkan, ada juga orang tua yang sudah mempersiapkan nama tersebut ketika kita masih di dalam kandungan. Terkadang nama kita dikaitkan langsung dengan suatu peristiwa. Misalnya seorang anak laki-laki yang lahir di bulan Juni hari Senin Pon, bisa langsung dinamakan Jhony Ponsen nantinya :-). Atau juga sebagian namanya merupakan perpaduan antara nama ayah dan ibunya. Sebagai contoh, Manda, berasal dari ayah yang bernama Arman dan ibunya bernama Dinda. Tapi, bukan berarti yang memiliki nama Manda berasal dari ayah-ibu Arman dan Dinda. Bukan. Ini hanya perumpamaan saja.

Di dalam sebuah nama, terkandung banyak makna. Misalnya nama Nur, dalam bahasa Arab, Nur adalah cahaya. Orang tua berharap agar nantinya si anak dapat memancarkan kebaikan, kebaikan bagi dirinya atau pun orang lain. Itulah harapan sekaligus doa yang kita bawa-bawa setiap hari. Jadi, jangan salah memanggil nama teman kita. Bisa jadi, nama yang kita sebutkan itu merupakan panggilan yang dia sukai atau bahkan panggilan yang dia benci. Apa salahnya kita tanyakan terlebih dahulu kepadanya bagaimana kita memanggil namanya. Atau juga bagaimana cara kita mengejanya. Jangan sampai salah memanggil nama teman-teman kita.

Bagi sebagian orang, nama mereka merupakan melodi yang indah. Tak jarang mereka yang dipanggil dengan nama yang benar, langsung menolah tanpa tengok kanan-kiri. Kalau kalian memanggilnya dengan tanpa sembunyi-sembunyi. Bisa langsung bergetar hatinya. Tertarik dengan mereka yang memanggil-manggil namanya. Berbeda rasanya kalau kita memanggil seseorang dengan berkata "Hai" dengan "Hai, Mona". Sapaan yang disertai dengan nama akan lebih berkesan di hatinya. Sertakanlah namanya ketika kita menyapanya.

So, begitu sangat berharganya arti sebuah nama bagi kita. Dengan nama tersebut kita akan dikenal. Dengan nama tersebut kita akan dikenang. Jagalah nama baik kita masing-masing. SPY ^_(@KontrakanBalebak).

Sabtu, 10 November 2012

KEBAIKAN itu Menular loh..

Sepulang dari kampus, saya pergi ke bank untuk menabung, atau istilah kerennya melakukan setoran, bukan penarikan. Ini merupakan hal yang langka. Why? Karena saya biasanya yang rutin melakukan penarikan. Maklum, pendapatan saya masih berasal dari orang tua. Apakah itu makan, bayar kontrakan, uang kuliah, hingga hal-hal kecil lainnya. Semua dana berasal dari sana. Terima kasih bapak dan ibu. :-)

Sesampai di depan pintu masuk bank. Eh, tiba-tiba pintu terbuka dari dalam dengan sendirinya. Padahal tidak menggunakan pintu otomatis yang seperti digunakan di sebagian besar pusat perbelanjaan modern. Sama sekali tidak. Hanya menggunakan tuas manual. Oh, ternyata ada Pak Satpam toh yang sudah tersenyum ramah membukakan pintu. Terima kasih Pak Satpam. Senyuman Anda membuat kepala saya yang sudah 'berasap' menjadi 'adem' seketika. Kemudian saya mengambil nomor antrian. Hmm. Saya dapat urutan ke 201. Saya pun curi-curi pandang ke arah resepsionis yang cantik-cantik dan terlihat segar bugar. Terkadang saya berpikir "Kok bisa yah, para resepsionis itu tampil fresh tiap hari dari pagi hingga sore. Melayani para nasabah. Belum lagi ada saja nasabah yang membuat sedikit 'kesal'?". Salut saya dengan ke-ramahtamah-an mereka. Setelah melihat wajah-wajah mereka yang bisa membuat hati langsung 'berbunga-bunga', sambil nari-nari India dan melantunkan lagu Kuch Kuch Ho Ta Hai :D, pandangan saya arahkan ke layar LCD.

Menatap lamat-lamat setengah percaya. Kaget. Entah kesel atau sangat kaget. Di dalam kotak hitam tersebut tertuliskan angka 168. Iya, sekarang baru antrian 168. Sambil memegang nomor antrian. Sedikit mengintip pelan-pelan. Masih lama saudara-saudara.. Hufh.. Saya langsung tarik napas dalam-dalam.

Acara tarik napas lalu saya alihkan dengan mengambil kertas untuk melakukan penyetoran. Saya tuliskan semua keterangan yang diminta. Saya tuliskan nominal yang akan ditabung. Terakhir, tak lupa saya bubuhkan tanda tangan. Administrasi pertama sudah selesai. Tinggal tahap berdiri lama saja. Berdiri lama? Iya, saya tidak bisa duduk sedikitpun. Semua sela-sela kursi sudah terisi. Tidak menyisakan ruang kosong. Toh, sekalipun ada tempat kosong itu sudah jadi incaran sepasang mata yang siap 'menerkam'.

Dengan muka lesu, saya bergabung dengan 'para survivor' lainnya yang sudah dalam posisi berdiri. Setidaknya, saya masih ada temannya. Teman berdiri berjam-jam. Sambil memanggul tas punggung, saya pun mengeluarkan headset. Memasangkannya di kedua telinga. Tenggelam dalam alunan musiknya.

Memandang para resepsionis yang sibuk menghitung lembaran-lembaran uang kertas. Waktu itu, hanya ada dua resepsionis saja yang aktif, satunya lagi sedang non aktif - istirahat. Itu pun satu di antara dua yang aktif sambil mengurusi nasabah baru. Mereka yang akan membuka lapak baru eh tabungan baru.

Saya pun mengelap keringat. Padahal tidak ada satupun keringat yang bercucuran. Mungkin saja suhu ruangan tersebut mampu menahan reaksi panas. Ah. Antrian masih panjang. Masih 20 antrian lagi. Untung saja, resepsionis yang istirahat tadi mengganti statusnya menjadi "aktif". Antrian yang tadinya berjalan seperti keong, mulai menambah kecepatannya. Tapi masih ada faktor kedua. Jumlah uang yang disetorkan/ditarik oleh nasabah menentukan akselerasi antrian. Belum lagi, ada yang menyetorkan uangnya hingga bergepok-gepok uang kertas. Itupun dihitung ulang, hingga yakin tidak ada selembar uang pun yang "terselip". Saya pun tetap kokoh berdiri. Tidak bergeming sedikit pun.

Di akhir-akhir, badan saya pun mulai gemetaran. Waktu sudah menunjukkan pukul 2 lewat. Nasabah pun datang pergi silih berganti. Menggantikan nasabah yang sudah selesai melakukan transaksi. Saya memandang lurus layar datar. Sudah antrian yang ke-187. Masih 13 nasabah lagi. Nah. Di saat genting seperti ini. Entah mengapa seorang bapak setengah baya, mengajak saya mengobrol. Sontak saya langsung kaget. Wong, saya tidak mengenal identitasnya.

"Dek, antriannya nomor berapa?", tanya si Bapak sambil mengeluarkan nomor antriannya.
"Nomor 201, Pak. Masih lama, Pak", sambil tersenyum malu-malu, saya menunjukkan nomor antrian.
"Pakai ini saja.", sambil menyodorkan nomor antrian 192.
"Terus, Bapak?" tanda tanya besar di kepala saya.
"Oh.. Tenang saja. Saya ada kok.", si Bapak menunjukkan nomor antrian lain bertuliskan 190.
"Terima kasih banyak ya, Pak" memegang nomor antrian 192. Memasukkan nomor antrian 201 ke dalam saku celana.

Alhamdulillah. Bayangan berdiri sampai menjadi patung Liberty yang membawa obor, sirna sudah. Semoga kebaikan Bapak dibalas oleh Allah SWT. Terima kasih banyak, Pak. Dan kebaikan itu mengalir begitu saja. Akhirnya, sampailah pada giliran saya. Dengan semangat perjuangan patriot 45, saya menghampiri meja resepsionis. Sapa khasnya ala bintang Hollywood-nya mampu membuat saya ikutan tersenyum.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak", sapa resepsionis tersebut. Pak? Maaf Mba, saya ini masih mahasiswa dan belum berkeluarga. Mungkin sapaan seperti Bapak, Ibu, Ade sudah menjadi hal yang mendasar bagi seorang resepsionis seperti mereka.

"Mau nabung, Mba" saya menyodorkan buku tabungan, sejumlah uang, dan kertas setoran tadi. Kemudian, dia menghitung ulang dengan sangat tangkasnya. Kalau dilihat secara sepintas mirip kita 'menjentikkan' tangan.

"Uangnya pas ya, Pak.". Eh. Pak lagi. Tak apalah mungkin itu bukanlah hal yang aneh. Memasukkan data keuangan yang baru. Memperbarui besar saldo tabungan saya. Ketika transaksi akan dicetak di buku tabungan, si Mba berkata balik.

"Buku tabungannya sudah penuh ya, Pak. Saya ganti dengan yang baru dulu ya, Pak. KTP-nya dibawa?". Duhai, ini si Mbak kata-katanya lemah lembut sekali. Ramah tamah. Tak lupa sambil tersenyum menawan pula. Orang mana coba yang tidak senang kalau dilayani seperti ini?.

Saya pun mengeluarkan KTP (bukan e-KTP) dan menyodorkan ke si Mba Manis.. Si Mba Manis? Iya, Mba Manis yang berperawakan tinggi, berhias dengan senyum menawan, dan cantik pula. :-) .

"Tunggu sebentar ya, Pak. Buku tabungannya akan diganti dengan yang baru.".

Kemudian saya mundur beberapa langkah mempersilakan antrian berikutnya. Berdiri tegap seperti posisi semula. Saat tengok kiri kanan, saya teringat akan nomor antrian yang ada di saku celana. Kenapa saya tidak memberikannya kepada orang lain?. Toh, saya juga sudah selesai administrasinya. Hanya menunggu pergantian buku tabungan yang baru. Apa salahnya saya meneruskan kebaikan yang diberikan oleh si Bapak sebelumnya?. Atau lebih tepatnya saya tertular kebaikan dari si Bapak sebelumnya. Si Bapak yang rela memberikan nomor antriannya kepada saya. Saya pun mengambil nomor antrian 201 tadi. Awalnya, saya ingin memberikan kepada si Bapak yang berdiri bersebelahan dengan saya. Namun...

"Pak, nomor antrianya berapa?" tanya saya kepada si Bapak yang berdiri di samping kiri.

"Ada apa ya?". Si Bapak menunjukkan nomor antrian 197.

"Oh, saya kira tadi nomor antrian Bapak di bawah saya. Ternyata... " sahut saya. Malu. Ternyata, nomor si Bapak tersebut mendahului nomor antrian saya.

"Kasihkan ke si Mba ini saja. Nomor antriannya berapa, Mba?" timpal si Bapak sambil tengok belakang.

Si Mba yang masih misterius tersebut mengeluarkan nomor antriannya 230. Sontak, saya kaget. Saya saja yang antrian 201 bisa menunggu berjam-jam. Apalagi 230. Bisa-bisa pulang menjelang petang. Entah, atas landasan apa saya langsung memberikan nomor antrian tersebut ke si Mbak tadi. Si Mbak ini bukanlah wanita yang lebih tua dari saya loh. Tapi, dia adalah seorang mahasiswi. Bisa jadi angkatan di bawah saya. Terlihat dari wajahnya yang masih tergolong baru. Masih fresh. Berbeda dengan saya yang sudah tingkat akhir. Mahasiswa TA (Tingkat Akhir) yang sedang menyusun TA (Tugas Akhir).

"Terima kasih banyak ya, Mas" kata si Mbak tadi sambil menundukkan badan menirukan penghormatan  ala orang Jepang. Saya jadi tidak enak. "Iya. Sammma... sammmaaa." sahut saya terbata-bata.

Saya hanya meneruskan kebaikan dari si Bapak sebelumnya Mba. Iya. Meneruskan pesan yang disampaikan melalui 'nomor antrian' yang diberikan sebelumnya. Pesan kebaikan. Pesan untuk meneruskan kebaikan kepada orang lain. Dan, bisa jadi Mba juga akan meneruskan kebaikan yang saya berikan kepada orang lain. Hingga berantai menjadi pohon kebaikan. Dari akar hingga pucuk daun. Mungkin bisa jadi pucuk-pucuk daun tersebut akan tetap tumbuh. Tumbuh dan terus tumbuh. Menjadi pohon kebaikan yang sangat rimbun dan teduh.

"Pak Sapar!" sapa lembut si Mba Manis membuyarkan lamunan saya.

Saya pun maju ke meja resepsionis untuk mengambil buku tabungan yang baru. Membubuhi tanda tangan yang hanya dapat dilihat menggunakan pencahayaan khusus. Mengecek sekilas saldo terakhir. Memasukkannya ke dalam tas. Pergi keluar meninggalkan pelajaran "menularkan" kebaikan hari tersebut. SPY - ^_(@KontrakanBalebak).

Kamis, 18 Oktober 2012

Sudah Semester Berapa, Pank?

Sehabis makan seekor sayap ayam goreng, eh sepotong sayap ayam, tiba-tiba saya terpikirkanlah oleh suatu ide yang sudah berkali-kali menerawang di kepala. Emang yah, ide itu bisa muncul kapan saja, di manapun, dan kapanpun. Baik, sambil mendengarkan 3 lagu yang sudah saya jadikan daftar tunggu, eh playlist maksudnya. Siapakah 3 lagu itu? Kasih tahu ngga yah... hehehe. Biasalah anak tingkat akhir sukanya mendengarkan lagu yang melow-melow, kayak kucing mengeong, Maudy Ayunda - Aku atau Temanmu, Judika - Bukan Dia tapi Aku, dan Yovie and The Nuno - Galau. Eit.. Eit.. Lagu terakhir itu bukan menggambarkan perasaan saya loh. Catet itu!.. Hahaha. Konon, teman-teman kontrakan saya hingga hafal lirik-lirik lagunya, meskipun tidak pernah memiliki lagunya. Mungkin karena saya memutar ketiga lagu tersebut tiap hari, hahaha. Maaf yah teman, karena ulah saya, kalian menjadi ikut terlibat dalam masalah ini. Maaf.

Back to the topic. Judul yang saya ajukan ke dosen pembimbing di atas, bukan maksud saya judul posting-an kali ini merupakan sepatah kata yang saya kutip langsung dari sumber terpercaya, otentik, dan aktual. Potongan kata-kata tersebut merupakan pertanyaan yang dilontarkan langsung oleh orang tua saya di saat pembicaraan dalam telepon. "Pank, kamu tinggal semester berapa lagi?" atau "Pank, kamu ambil berapa semester? Dan sekarang semester berapa?". Dan saya jawab dengan lancarnya tanpa ragu-ragu ataupun curiga "Sudah semester 7, Ma" atau "Sudah semester 7, Pa". Walaupun pertanyaan itu sudah sering dilontarkan oleh kedua orang tua saya beberapa kali. Entahlah apa maksud dibalik teka-teki ini?.

Iya. Itu benar. Saya sudah semester 7 dan itu artinya akan melangkah ke semester 8, semester akhir yang akan saya emban. Saya pun mulai was-was, mulai merasa gelisah, mulai merasa empot-empot-an. Bagaimana tidak 7 semester yang saya jalani, atau 3,5 tahun, itu hanya ditentukan oleh satu semester atau yang hanya 6 bulan saja. Hufh.. Apa saya tidak gelabakan sambil kebakaran jenggot. Jika semester 8 ini saya gagal, harus mengulang tahun depan. Apa yang akan Bapak dan Mama saya katakan setiap perbincangan via satelit telekomunikasi. Hancur lah sudah berkeping-keping. Tidak ada alasan untuk berbohong. "Pak/Ma, aku ikut semester tambahan jadinya nambah 1 tahun lagi.". Tidak. Tidak bisa.

Dalam tahap persiapan menyambut semester 8, saya mengambil topik skripsi tentang Temu Kembali Informasi atau bahasa keren-nya Information Retrieval (IR). Apa sih IR itu? Gamblang-nya seperti ini: IR  adalah mencari informasi biasanya dokumen yang berada di dalam kumpulan dokumen yang sangat besar. Bisa bayangkan bukan kumpulan dokumen itu sendiri. Bayangkan kumpulan-kumpulan teks digital yang berjumlah beratus-ratus, beribu-ribu, bahkan berjuta-juta dokumen. Hufh. Apa ngga menangis tuh nyari informasi dari kumpulan dokumen itu toh yang dicari hanya segenlitir saja?. Nah, dengan adanya IR ini, kita akan lebih mudah menemukan dokumen yang relevan. Untuk contohnya yang sudah jadi dan sudah diakui kehebatannya oleh semua orang, Google. Iya mesin pencari yang ditawarkan oleh Google menggunakan konsep IR. Dengan mengetikkan beberapa kata, kita dapat menemukan berbagai macam informasi dari berbagai situs. Hal inilah yang membuat saya lebih memilih topik ini.

Skripsi. Oh.. Skripsi. Itulah yang menjadi cerita baru yang ada di dalam otak saya. Terus menghantui, terus menerawang, terus menggelayut, terus melintas dalam pikiran saya. Skripsi, kita berteman saja yah. Peace!!
_^)@KontrakanBabakanLebak, Bogor

Minggu, 19 Agustus 2012

Homesick

Sembari duduk-duduk mendengarkan koleksi lagu Korea sambil menuliskan beberapa baris kode, saya teringat akan sesuatu. Maklum, hari ini saya masih menggeluti dunia kuli koding, hehehehe. Berharap suatu saat nanti, saya hanya mengawasi, mengamati, mengarahkan, menyemangati bahkan membawa rotan sebagai jaga-jaga, gak segitu juga kale, para junior-junior kuli bangunan eh programmer maksud saya, hehehe. Di balik heningnya malam, suara alam yang menenangkan jiwa, saya hentikan ocehan-ocehan personel Orange Caramel yang sudah saya putar hingga tak tentu jumlahnya, saya buka pesan yang saya kirim lewat handphone saya sendiri. Lah kok mengirim pesan ke nomornya sendiri? Itu adalah salah satu cara saya mengingat akan sesuatu atau sekedar memberikan semangat kepada diri saya, baik dengan memberikan pujian-pujian terhadap diri saya, memberikan motivasi, atau bahkan sebagai obrolah antara diri saya sendiri, jangan anggap saya gila yah. "Ayo sedikit lagi, Pank! Masa depan sedang menunggu di depan sana. Jangan sampai kamu masih berdiam diri, sedangkan orang lain sudah berjalan jauh." adalah salah satu pesan spesial untuk diri saya sendiri, misalnya.

Saya melihat deretan beberapa daftar ide yang saya tulis ketika ide tersebut tiba-tiba melintas di kepala saya. Kemudian, saya lihat di deretan paling atas tertuliskan "HOMESICK". Yah, HOMESICK. Homesick di sini bukanlah rumah yang berisi orang-orang sakit yang sedang dirawat. BUKAN!!. Homesick merupakan suatu perasaaan di mana seseorang merasakan rindu yang sangat mendalam terhadap orang-orang di kampung halamannya baik itu keluarga, teman sepermainan, bahkan rutinitasnya. Biasanya perasaan ini menyeliputi mereka yang sedang jauh dari keluarganya dalam jangka waktu yang lama. Terkadang efek sampingnya bermacam-macam menurut gejalanya masing-masing, emangnya obat apa. Ada yang tidak nafsu makan, ada yang sangat sensitif sekali, sabuntar-sabuntar nangis, bahkan sampai masuk ke jejaring sosial. Pasang status yang dapat membuat pembacanya merasakan kesedihan si empunya status. 

Alhamdulillah. Tanggal 17 Agustus 2012 kemarin saya sudah bersiap-siap untuk menghilangkan rasa HOMESICK saya. Saya akan berangkat ke kampung halaman saya, Berau. Iya, Berau tanah kelahiran saya. Tanah yang meninggalkan banyak kenangan. Kenangan masa kecil, kenangan masa kanak-kanak, sampai kenangan masa remaja. hehehe.

Perasaan yang tidak terhingga. Perasaan senang yang tidak dapat saya lukiskan dengan kata-kata. Saat kali pertama menginjakkan di Borneo (nama lain dari pulau Kalimantan). Tubuh ini mulai merasakan rasa rindu yang sangat luar biasa. Walaupun jarak antara rumah dan tempat saya berpijak beratus-ratus kilometer jauhnya. Hari itu saya baru tiba sekitar jam 3.30 WITA di kota Balikpapan. Balikpapan merupakan salah satu kota administratif provinsi Kalimantan TImur. Singgah sekitar dua jam untuk melakukan penerbangan selanjutnya. Sekitar jam 7 malam kurang waktu setempat, saya sudah bersiap-siap melakukan penerbangan ke Berau tercinta. Perjalanan memakan waktu sekitar 45 menit waktu mengudara. Jam delapan kurang, saya sudah dijemput oleh kakak saya, bukannya manja, tapi karena jarak bandara dengan rumah lumayan jauh.. c;. Di rumah saya sudah disambut lengkap dengan anggota keluarga saya. Terutama ibu saya. Ibu saya langsung cium kiri cium kanan. Saya hanya bisa diam menikmati momen-momen sangat mengharukan tersebut. Hampir mata ini mengalirkan sedikit kegembiraan, entah itu senang, haru, ataupun rindu yang sudah tidak terbendung kembali. Hik hik hik.

Terkadang momen pertemuan ini disandingkan dengan momen perpisahan. Saya teringat akan perpisahan saya untuk pergi ke Bogor untuk ke sekian kalinya. Waktu itu, jam keberangkatan saya jam 7an. Saya diantar oleh kedua orang tua saya, adik, dan kakak saya. Momen perpisahan waktu itu merupakan yang sangat saya kenang. Air mata saya tidak sanggup saya bendung, mengalir dengan sendirinya. Ketika saya berpamitan dengan Bapak saya. Saya melihat di raut wajah beliau yang terlihat sedih sambil hadap belakang mencoba menyembunyikan air matanya. Setahu saya beliau merupakan laki-laki yang tegar. Bapak dan Ibu saya mohon doa dan restunya yah, semoga anakmu ini menjadi anak yang dapat berbakti kepada ibu dan bapak, menjadi anak yang berguna, menjadi anak yang membahagiakan orang tuanya. Beberapa menit kemudian suara dentuman pesawat akan melakukan lepas landas. Berau, suatu saat nanti kita akan bercerita kembali mengenai kenangan kita berdua. Ini cerita tentang saya dan Berau. ^_@homeSweetHome

Selamat Hari Raya Idul Fitri.
Mohon maaf lahir dan batin.


Selasa, 24 Juli 2012

Curcol PKL 2012 (2)

Terkadang ide itu muncul secara tiba-tiba. Bahkan ide pun dapat muncul di tempat yang tidak wajar sekalipun. Ketika kita melakukan semedi di dalam toilet, terkadang di dalam heningnya ruangan yang hanya berukuran 2 m x 2 m, terlintas oleh kita begitu saja ide-ide cemerlang. Bukan berarti saya menulis postingan ini merupakan hasil perenungan di dalam toilet. Tidak. Tetapi ini hanya perumpamaan saja loh, hehehe. 


Pernah saya membaca suatu buku, tapi lupa akan judulnya, bahwa ide itu sudah terprogram di setiap otak masing-masing dari kita. Jadi, tinggal kitanya saja untuk pandai-pandai memancingnya. Mengikatnya dengan baik. Terkadang ide antara orang yang satu dengan orang yang lain bisa SAMA. Nah, dari sinilah muncul istilah kecurian ide. Kembali dari esensi dari ide itu sendiri bahwa ide itu sudah terprogram di dalam otak setiap otak seseorang. Jadi, jangan menyalahkan orang lain kalau-kalau ide yang kita sudah pikirkan, renungkan, sudah diungkapkan oleh orang lain. Tuhkan jadi nyesel. Oleh karena itu, sebelum ide ini berpindah 'kepala' ke orang lain, sebelum saya menyesal, sebelum saya lupa, saya berniat untuk menuliskannya dalam suatu rangkaian kata tiap kata. Mulai lagi deh, hehehe.


Sudah dua hari ini, saya bersantap sahur di kantor tempat PKL. Dan sudah dua kali ini, saya tentunya berbuka di sini. Garing yah, hehehe. Untung ada warung 'Budhe' yang sudah pindah jam tayang, mulai terbenamnya matahari hingga terbit kembali. Konon, Budhe juga buka di siang bolong juga loh, kalau-kalau ada yang butuh 'pertolongan pertama', emangnya warung Budhe klinik apa, hehehe. Salut, tugas mulia yang diemban oleh Budhe untuk mengisi perut-perut yang 'meraung-raung', kayak kucing garong aja, XD.
Waktu menunjukkan pukul 3 lebih sedikit, sedikit itu berapa menit yah, pokoke ngono lah, hehe. Sayup-sayup saya mulai mengucek-ngucek mata. Karena tadi malam baru tidur jam setengah 3 dini hari. Biasa, masih ingin berlama-lama bersama 'malam', hehehe. Tiga puluh menit sebelum jam 4, saya turun ke bawah. Kok turun ke bawah?. Karena tempat saya selama ini 'merajut mimpi-mimpi indah' berada di lantai dua, kantor PKL saya. 


Setelah mencoba membangunkan beberapa awak kantor yang sudah dibantai oleh rasa kantuk. Tak satupun yang langsung bangun, hanya melihat jam, lalu terhipnotis untuk terlelap kembali. Huft yang penting saya berusaha, hehehe. Mencari-cari sandal, pergi nyelonong ke warung Budhe. Tentunya saya tidak sendirian, di samping bersama empat kru yang lain, saya juga ditemani para pencari sahur yang lain. Sampai-sampai warung Budhe bak tempat pembagian sembako, hehehe. Akhirnya satu demi satu, antrian mulai mereda. Tibalah giliran saya untuk memilih menu dengan menunjuk-nujuk etalase tempat makanan, bak layar touch screen, hehehe.


Pagi harinya, saat tidak ada bunyi kokokan ayam jantan, jam 8 pagi, saya mulai bergegas membersihkan badan. Saya jadi teringat gara-gara masalah rambut yang belum di sisir saja, dikatakan belum mandi. Sumpah saya sudah mandi, coba deh cium k*tek saya, hahaha. Ternyata, rambut yang terlihat awut-awutan dinilai orang dengan sesuatu yang negatif. Apalagi kalo yang punya rambut kayak sarang lebah, bisa-bisa dikatakan "kalo bangun bantalnya jangan di bawa-bawa donk", hehehe


Seperti biasa, jam 8.30, saya sudah duduk manis, memanaskan laptop, mempersiapkan mental, bahkan stamina untuk duduk selama berjam-jam. Akhirnya satu persatu orang kantoran pun datang silih bergantian. Dari kemarin hingga sekarang saya hanya berkutik, menuliskan beberapa kode-kode menggunakan Code Igniter dan Smarty. Code Igniter merupakan salah satu framework PHP yang sudah mengimplementasikan Model-View-Controller atau dikenal dengan istilah MVC. Sedangkan Smarty merupakan template engine untuk PHP, yang memisahkan antara desain dan logika programnya, sehingga antara programmer dan desainer dapat bekerja secara independen. Walaupun, suatu ketika kedua belah pihak harus menyetujui suatu kesepakatan, sehingga menjadi lebih sinkron.

Code Igniter dan Smarty merupakan hal yang baru bagi saya, selama ini saya membuat website secara prosedural. Code Igniter yang sudah berbasis objek, mengingatkan akan reputasi buruk terhadap mata kuliah Pengembangan Sistem Berorientasi Objek, hehehe. Tak apa, namanya juga belajar. Tiada kata belajar kalau tidak ada kata M-E-N-C-O-B-A. Tul tidak. Hal yang membuat saya terkadang bingung adalah manajemen file dan penamaan variabel. Manajemen file harus kudu bagus. Bagaimana program dapat berjalan dengan baik kalau saja kita lupa menaruh file-file yang harus kita pakai? Bagaimana program dapat berjalan dengan baik kalau variabel-variabel yang kita susun terkadang muncul keambiguitasnya?. Teringat dari pembekalan PKL, kata seorang pembicara, Pak Panji Wasmana. Beliau menyebutkan bahwa kode program yang baik bukanlah kode program tidak dapat dimengerti oleh orang lain, melainkan kode program yang mudah dimengerti oleh orang lain. Beranjak dari situlah, saya mulai mencari feel yang tepat agar kode yang saya tulis mudah dimengerti oleh saya dan orang lain. Hmmm..



Selepas shalat Dzuhur, tiba-tiba saya mulai dirasuki rasa kantuk yang sangat luar biasa hebatnya. Awalnya rasa kantuk itu dapat saya tangkis dengan olahraga jari-jemari. Namun, tetap saja masih menghantui. Entah, saya sudah berapa kali membuka 'Black Hole' . Begitulah teman saya menggantikan kata menguap dengan sebutan Black Hole. Sampai-sampai kedua teman saya berkelakar, sedari saya menguap-nguap gak jelas, sontak kedua kepala teman saya seolah-olah tertarik oleh Black Hole yang saya buat tadi sambil tertawa-tawa kecil. Kalian berdua ini, kyk gak pernah menguap aja, hehe. Walaupun, saya sudah tertawa akibat ledekan mereka, tetap saja mata ini tidak dapat dibohongi, kepala pun seakan-akan bertambah beberapa ratus kuintal, hehehe. Bayangkan saja, kepala saya yang manggut-manggut seperti kursi goyang.


Selesai shalat Ashar, saya sudah menyerah manggut-manggut bukan karena letih, lesu, lelah, tapi karena rasa kantuk yang tak kunjung usai. Saya pun menyempatkan diri untuk menontoh video klip Korea kesukaan saya. Tapi, apa daya rasa kantuk ini bak sudah mulai mendarah daging. Tetap saja tidak ada sisi lucunya dari video itu. Akhirnya saya masuk ke sebuah bilik kecil dengan tergopoh-gopoh. Di sana sudah disiapkan seperangkat alat shalat, eh seperangkat alat tidur. Emang ada yah seperangkat alat tidur, hehehe. Awalnya saya hanya berniat tidur-tidur ayam untuk menghilangkan rasa kantuk. Mungkin rasa nyaman akibat mengistirahatkan kepala yang telah lama 'mengepul', akhirnya saya pun sudah terkapar.


Alhamdulillah, saya masih bisa diberikan oleh Allah untuk dapat membuka mata kembali. Tepat pukul 5 sore, saya sudah kembali segar, mata yang tadinya hanya beberapa watt, sekarang sudah ganti neon berkekuatan 500 watt, seterang apa yah, hehehe.


Menit-menit menjelang berbuka puasa adalah saat-saat yang paling ditunggu-tunggu. Di samping tidak lama lagi akan terdengar adzan Magrib, kami semua mulai NGEGABUT. Buka sosial media, saling chat satu sama lain, berbalas-balasan komentar.

Alhamdulillah, adzan Magrib sudah terdengar. Kami berlima pun sudah siap melahap wejangan dari kantor. Melepaskan nafsu perut untuk kembali beraktivitas seperti biasa. Ternyata, buka bareng itu lebih terasa nikmatnya dibandingkan berbuka secara individu. Di tunggu yah wejangan berikutnya, hehehe.

Sebenarnya masih banyak yang ingin saya uraikan. Namun, terlalu panjang terkadang membosankan. Kita lanjutkan untuk cerita-cerita berikutnya.

Semoga dapat bermanfaat. ^_(@SampingPintu).

Sebuah lagu....Kekasih sejati...

Monita Idol ~ Kekasih Sejati


aku yang memikirkan
namun aku tak banyak berharap
kau membuat waktuku
tersita dengan angan tentangmu...


*
mencoba lupakan
tapi ku tak bisa
mengapa… begini…

**
oh mungkin aku bermimpi
menginginkan dirimu
untuk ada disini menemaniku
oh mungkinkah kau yang jadi
kekasih sejatiku
semoga tak sekedar harapku


back to *


back to **


bila..
tak menjadi milikku
aku takkan menyesal
telah jatuh hati


back to **


semoga tak sekedar harapku..


Lirik di atas merupakan salah satu lagu favorit saya. Bahkan hingga beratus-ratus atau beribu-ribu saya takkan bosan untuk mendengarkannya, mulai lebay dh hehehe.  Mengapa? Karena lagu ini diiringi dengan alat musik kesukaan saya, yaitu piano (keyboard). Suka di sini, suka akan alunan musiknya, bukan alat musiknya loh, jangan salah. Selain alunan musik yang berirama sangat indah, terdapat seberkas memori yang terkandung di dalam lagu ini. Potongan memori ini yang membuat saya sangat sulit sekali untuk melupakannya. 


Memori masa-masa SMA yang bahkan sebagian kita menganggapnya masa-masa yang paling indah. Banyak sekali cerita-cerita yang kita ukir pada masa itu. Dari masalah mata pelajaran yang sangat sulit untuk dipecahkan seperti teka-teki matematika; persilangan pemikiran yang menganggap pendapatnya yang paling benar; kompak melakukan kerja sama saat dilarang untuk bekerja sama; membuat kelompok-kelompok kecil layaknya negara bagian; curi-curi pandang antara teman wanita maupun pria; bahkan hingga masalah jatuh bangunnya cinta antar siswa dan siswi. Dan, hal yang terakhir tadi saya pernah mengalaminya. 


Berawal dari seleksi Olimpiade Sains Nasional tingkat SMA. Waktu itu saya masih duduk di kelas 10 dan mengikuti lomba di bidang matematika. Salah satu mata pelajaran favorit saya juga, karena semuanya berdasarkan perhitungan dan jawaban akhirnya pun pasti. Alhamdulillah waktu itu saya masuk tiga besar dan berhak untuk melanjutkan ke tingkat provinsi.


Sebagai tahap persiapan, tiga besar tersebut harus dikarantina di suatu ruangan khusus untuk berlatih, berlatih, dan berlatih mengerjakan soal dengan baik. Di dalam ruangan tersebutlah, semuanya mulai berawal. Oh iya, saya ketika itu merupakan seorang anak yang sangat pendiam sekali. Bukan tidak bisa mengeluarkan satu patah kata pun. Tidak. Pendiam di sini, saya cenderung menyendiri, tidak saling membaur dengan teman-teman yang lain, dan pemalu. Itu pendiam menurut versi saya. 


Kembali pada cerita awal. Suatu ketika, saat istirahat mengerjakan soal-soal yang dapat membuat keringat jatuh bercucuran. Si A, perumpamaan, meminta saya menuliskan di sebuah bukunya mengenai biodata saya. Sontak, saya dengan perasaan malu-malu menorehkan tinta di atas kertas tersebut. Di sinilah cerita ini bermula.


Seiring berjalannya waktu, saya mulai jatuh hati padanya. Ya Allah. Apa mungkin perasaan ini yang membuat orang rela melakukan apa saja demi apa yang dicintainya, bahkan mengorbankan dirinya sendiri. Rasa yang menaruh perhatian penuh kepada yang dicintainya. Rasa yang membuat orang dapat tersenyum manis dengan sendirinya hanya dengan membayangkan wajahnya. Rasa yang membuat orang dapat terbang melayang tanpa sayap hingga menembus angkasa. Rasa yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata di dunia ini. Jatuh cinta. Rasa inilah yang mulai saya alami.

Suatu ketika, datanglah masa keberangkatan untuk mengikuti perlombaan di tingkat provinsi. Semua perwakilan untuk tiap mata pelajaran sudah berkumpul di bandara. Di dalam ruang tunggu, salah satu temannya menyuruh saya mengambil permen KISS. Kemudian saya mengambil satu bungkus permen tanpa mengintip selayaknya orang mengambil undian dan memasukkannya ke dalam kantong. Namun, temannya yang tadi ingin mengetahui tulisan di balik permen tersebut. Tetapi, saya tetap tidak mau memberitahukan rangkaian huruf tersebut. Dan ternyata tulisannya adalah TUNGGU APA LAGI. Mungkin hanya kebetulan dari beribu peluang. Saya hanya menyunggingkan senyum melihat bungkusan tersebut. Terdengarlah suara wanita dari sound system mengabarkan agar para penumpang untuk bersiap-siap memasuki pesawat udara.

Sesampainya di sana, saya mulai menaruh perhatian lebih kepadanya. Membantu membawakan barang bawaannya setiba di bandara. Di sanalah kuncup-kuncup mulai bermekaran. Saya mulai memberanikan diri untuk mengirim sms ke dia. Waktu itu saya mendapatkan amanah untuk membawa telepon genggam milik kakak saya untuk berjaga-jaga. Kemudian saya meminta nomor dia dari teman saya. Dan, malamnya saya saling berkirim sms. Entah perasaan apa waktu itu yang saya hadapi, yang jelas mengingat itu semua membuat saya tersenyum. Selang beberapa hari 'menumpang' tidur di tempat orang, tibalah waktu untuk bertolak pulang.

Hingga suatu hari saya susah sekali untuk memejamkan mata. Terjaga tiap malam dengan mata sulit terpejam. Rasa ini, perasaan yang tidak sabar untuk menunggu hari esok. Menunggu hanya untuk melihat dirinya. Di sela-sela itu, saya mencoba melakukan shalat tahajud. Itulah awal mula saya berkenalan dengan yang namanya shalat tahajud.  Dan, alhamdulillah setelah beberapa hari perasaan ini mulai lebih tenang, tidur pun tidak susah. Alhamdulillah.

Suatu ketika saya mendapatkan sebuah pesan sms. Alhamdulillah waktu itu saya sudah memiliki handphone sendiri. Setelah membaca pesan itu. Saya baru mengetahui kebutaan hati saya memandang itu semua, kebutaan memandang semua kode yang diberikannya. Ya Allah berikan saya kekuatan untuk menerima ini semua. Ternyata, saya salah mengartikan perhatiannya terhadap saya,

Ternyata, dia melakukan itu semua semata-mata hanya untuk mengubah sifat saya yang pendiam, mau berbaur dengan teman yang lain. Dia merupakan orang yang sangat peduli sekali terhadap temannya. Saya pun tidak sanggup menahan perasaan ini. Seolah-olah langit mulai runtuh. Tidak ada pilihan lain, saya harus melapangkan dada menerima ini semua. Rasa ini mulai sirna. Seiring saya menyadari diri saya. Siapakah saya? Pantaskah saya?.

Yang dapat saya ucapkan hanya beribu-ribu rasa terima kasih. Mungkin rasa terima kasih ini tidak setara dengan harga usaha yang telah dia lakukan. Usaha untuk merubah diri saya. Usaha untuk merubah sifat saya. Usaha untuk merubah saya menjadi lebih baik. Pertemanan kita adalah lebih penting dari apapun. Tidak lebih dan tidak kurang. Dan selamanya kita adalah teman. Mencari seribu musuh itu tidak sulit dibandingkan dengan mencari seorang teman. Karena seorang teman itu merupakan permata yang sangat langka.
Sebelumnya saya meminta maaf yang sangat besar, karena telah menuliskannya di sini, tidak untuk tujuan lain, hanya sebagai inspirasi bagi yang lain...  ^_(@HirukPikukKotaJakarta).

Minggu, 22 Juli 2012

Sahur Hari Pertama Vs Sahur Hari Kedua

RAMADHAN adalah bulan yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Islam di seluruh dunia. Bulan yang penuh berkah, bulan yang penuh dengan ampunan. Dan tentunya, mereka juga berlomba-lomba untuk meraih keberkahan Ramadhan, salah satunya dengan berpuasa.

Ngomong-ngomong (emangnya ngemeng-ngemeng, hehehe) masalah puasa, puasa kali ini merupakan hal yang berbeda dari puasa sebelumnya. Mengapa? Kalau tahun sebelumnya puasa pertama, santap sahur bersama-sama teman satu kontrakan. Kali ini, saya dan diri saya sendiri. Saya dan diri saya sendiri? Kok bisa? Yah, begitulah cara saya untuk menyenangkan diri sendiri, hehehehe. Baik, kita mulai ceritanya.

Di tengah hiruk pikuknya kota Bogor dengan beragam aktivitasnya. Di suatu kontrakan, tepatnya di Jl. Babakan Lebak, hiduplah lima orang anak dari berbagai penjuru nusantara. Ada Palembang, Bekasi, Tangerang, Depok, dan Berau. Urutan terakhir itu adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Timur.  Di sana, saya menghabiskan sekitar 19 tahun umur saya. Sekian, cuap-cuap asal muasalnya, hehehe.

Back to the topic. Pada waktu itu, sahur pertama saya jatuh pada hari Sabtu, 21 Juli 2012. Meskipun ada yang sudah sahur satu hari sebelumnya. Saya mah ikutnya yang pasti-pasti saja, hehehe. Hari pertama sahur, nggak ada angin nggak ada hujan, yang lebih mahal banyak, heheheh,  saya dapat bangun jam 3.30 dini hari. Saya juga bingung, biasanya saya susah sekali bangun pada jam-jam ayam berkokok seperti itu. Biasanya bangunnya sedikit ngaret jam 6 kurang, bahkan bisa lebih dari itu, ketahuan yah suka bangkong. Saya langsung mencari-cari 'bekal' yang semalam saya beli, yaitu dua bungkus mie dan dua butir telur.

Tentunya bekal itu masih bahan mentah yang kudu masak terlebih dahulu. Saya bergegas ke dapur mencoba menyalakan kompor gas. Percobaan pertama, ada seberkas nyala api, tapi tidak sampai menyambar semburan LPG. Percobaan kedua, tidak ada percikan api sedikitpun. Percobaan ketiga, hanya terdengar suara cetek..cetek...Percobaan ke berapa kali, saya mengundurkan diri. Sedangkan jarum jam sudah menunjukkan jam 4 tepat. Rasa putus asa mulai merasuki. Huft, sahurnya minum air putih aja dah..

Di balik kegagalan, saya melihat seonggokan heater yang tergeletak dengan indah. AHA, masih ada harapan. Tapi, setelah bolak-balik ruang tamu-dapur-ruang tamu-dapur, kabel yang menjadi sumber tegangannya 'hilang' entah kemana. Putus asa yang kedua deh. Sedangkan jarum panjang sudah menunjukkan angka 2.

Eit, tunggu dulu.. Saat bolak-balik ruang tamu-dapur - red. Terdengar suara yang memanggil-manggil, ah lebay. Harapan ketiga pun muncul, ricecooker mini. Walaupun ukurannya terbilang kecil, mini-mini cabe rawit loh, eh kecil-kecil cabe rawit, hehehe. Saya jadi teringat pesan teman, bukan lebih tepatnya cara dia menggunakan si Mini. Dari digunakan untuk hal yang wajar, yaitu menanak nasi hingga dapat memasak mie, telur layaknya kompor, hehehe. Sepertinya layak dicoba. Lalu saya langsung mengambil air dari galon beberapa mililiter. Deg. Saya baru ingat kalau galon ini sudah hampir sebulan. Dengan membaca Basmalah, saya dengan penuh keyakinan menuangkannya sedikit, hehehe. Pertama, saya panaskan terlebih dahulu airnya, selang 10 menit saya masukan dua bungkus mie, dilanjutkan dengan satu butir telur. Saya tunggu hingga masak, sambil googling waktu imsak.

Saat waktu imsak tiba, makanan sudah siap dihidangkan. Saya pun siap untuk santap sahur dengan asumsi waktu imsak dan adzan Subuh menjadi satu, hehehehe. Saya pun makan dengan lahapnya, bukan karena kelaparan tetapi karena dikejar-kejar waktu. Alhamdulillah, sudah siap untuk puasa paginya.. C;

Menjelang berbuka, saya sudah menyiapkan satu bungkus cendol, pisang goreng delapan potong, dan dua bungkus ayam goreng (baca: HC) lengkap dengan nasinya. Saya membeli dua bungkus ayam goreng bukan untuk dimakan sekaligus, tetapi untuk santap sahur esok harinya. Keesokan harinya, sayup-sayup mata mulai  sedikit terbuka, sayup-sayup juga mendengar suara orang mengaji dari arah mesjid. Ketika melihat jam, sedikit tidak percaya. SAYA BARU BANGUN JAM 5 SUBUH. Astagfirullah. Terpaksa ayam goreng yang sudah saya gantung, hanya 'mengolok-ngolok' dari kejauhan. Tapi, tak apa semua itu tergantung niatnya dari awal. Kalau niatnya sudah mantap, halangan atau rintangan dapat diatasi.  ^_(SPY @RuangKerjaKontrakan).

Sabtu, 21 Juli 2012

Curcol PKL 2012 (1)

Sebenarnya PKL ini sudah berjalan sejak Rabu, 27 Juni 2012 lalu. Sudah lama yah, namanya juga ingin berbagi apa salahnya, gak ada yang salah kok selama itu benar, hehehe.

Selepas semester enam ini (tidak lama lagi pusing mikirin skripsi nih, ciee) mahasiswa biasanya disibukan dengan kegiatan PL, PKL, KKN, KKP, atau apalah yang intinya menugaskan mahasiswa terjun langsung ke dunia nyata (gak cuma kuliah-tidur-kuliah-tidur.. hehehe) tapi lebih dari itu. Khususnya, mahasiswa Ilmu Komputer IPB layaknya 'pesta besar'. Di dunia yang baru tersebut, mereka akan ditantang untuk mengerahkan semua ilmu yang telah didapatkan di bangku kuliah, bahkan cara berkomunikasi menjadi penghubung dengan dunia tersebut.

Di sana, kami diutus dengan beranggotakan lima orang. Mereka adalah empat orang teman saya dan saya sendiri, hehehe. Tepatnya, mereka adalah Iedfian, Nuna, Dola, Arin, dan Saya. Oh iya, hampir terlupa tempat PKL kami adalah PT Intikomsel yang bergerak di bidang pengembangan software di daerah Jakarta bagian selatan yang tentunya masih di daerah Jekardah, hehehe. Di sana, kami dibagi menjadi dua kelompok kecil. Kelompok pertama membuat aplikasi Android, lainnya membuat website.

Di kelompok yang sudah kecil-kecil tadi, kami berlima memiliki tugas masing-masing, yang tentunya saling menopang satu sama lain. Pembagian tugas tersebut sudah ditentukan oleh dosen pembimbing kami, Pak Hendra Rahmawan, S. Kom, MT.

Kelompok pertama, Iedfian mengurusi bagian tubuh kode-kode program yang terkadang 'memusingkan' kepala dan Nuna mendapatkan tugas yang hampir sama, cuman beda dikit, sayangnya saya lupa bagian itu. Sedangkan kelompok yang kedua, kami bertiga yang tentunya di situ saya yang paling 'ganteng', hehehe. Mengapa? Karena mereka berdua adalah 'wanita', yaitu Arin dan Dola. Arin, usia bla bla bla, tinggi badan bla bla bla cm, mempersiapkan bagian tampilan pengguna (User Interface), mencari cara untuk menarik perhatian si pengguna, bisa dibilang 'penggoda' pertama si pengguna, jangan ambigu loh, yang saya maksud websitenya, hehe. Dola, usia bla bla bla berperawakan bla bla, mendapatkan jatah mengurusi bagian basis data. Nah, basis data ini merupakan bagian yang tidak kalah pentingnya dengan hal yang pertama tadi. Hampir semua web modern menyimpan semua datanya di dalam database. Sedangkan saya sendiri menyandang sebagai 'kuli koding', jangan bayangkan orang yang memikul beban dipundak atau tukang aduk semen yah, hehehe. Berbeda, saya hanya 'duduk-duduk' menghadap layar LCD, menekan-nekan beberapa tombol, sesekali bermain dengan 'panah penunjuk', atau 'diam dan bengong'.

Di minggu pertama, kelompok saya masih bingung dalam pengerjaan proyek, setelah tersepona, eh terpesona, terpukau aja deh, melihat website-website yang telah mereka rilis. Hanya bisa bilang WOW saja. Selain itu juga, dalam proses pedekate dengan lingkungan yang terasa 'sangat berbeda'. Mengapa? Coba bayangkan, kita duduk di dalam satu ruangan yang isinya orang-orang yang sudah 'jago' dan kita masih belum tahu banyak. Belum lagi umur mereka yang jaraknya jauh dari kami, bisa dibilang sudah berkeluarga semuanya, apa nggak mati kutu kami. Jadi, bisa dibilang minggu pertama adalah tahap pencarian 'jati diri'.

Berbincang-bincang masalah pedekate dengan lingkungan sekitar, jam 'kerja kantor' kami dimulai pada jam 8.30 WIB. Untungnya, dengan 'jam kerja' seperti itu, saya dapat datang tanpa tergopoh-gopoh ataupun dadakan. Mengapa? Karena saya menghabiskan aktivitas pribadi di dalam kantor, mulai dari aktivitas kamar mandi, tidur, hingga masalah jemur-menjemur semuanya dilakukan di dalam kantor. Hitung-hitung penghematan, mengingat biaya hidup di kota metropolitan cukup tinggi, berbeda dengan Bogor. Bogor, you are the best.

Untuk masalah tempat tinggal, saya dan Iedfian mendapatkan penginapan di dalam kantor, tanpa dipungut biaya satu sen pun, FREE. Sedangkan para 'ibu-ibu'-nya (Nuna, Dola, dan Arin) tinggal hanya sepelemparan batu dari kantor. Kata orang tinggal ngesot langsng nyampe, atau tinggal meluncur udh nyampe. Karena mereka nge-kost di dalam satu jalan, yaitu Jl. Keuangan. Malahan berhadapan langsung dengan kantor.

Untuk masalah perut, tidak tanggung-tanggung kantinnya ada di jalan yang sama. Sebut saja warung 'Budhe', nyebutin pake aksen Jawa yah, hehe. Biasa orang sekitar memanggil wanita paruh baya tersebut dengan sebutan 'Budhe', karena budhe kan orang jawa. Menu yang disodorkan cukup komplit, dari nasi hingga lauk-pauknya. Aneka minuman dari kopi, es teh hingga air putih, bukan susu tapi air minum biasa. Dan tentunya harganya pun beragam, tinggal kitanya saja pandai-pandai melakukan 'eksperimen'.

Kalau tiba-tiba perut meraung-raung pada jam-jam tidur, jam 10 malam ke atas misalnya. Jangan khawatir. Karena masih ada pedagang tek tek yang siap melayani perut Anda. Kok jadi iklan gini, hehe. Menu yang ditawarkan juga beragam dari nasi yang disulap menjadi nasi goreng; mie goreng; bakso; somay, jika beruntung yh. Mereka ini juga datangnya seperti kutipan datang tak dijemput pulang tak diantar, eh bukan, tapi kalau ditunggu-tunggu tidak datang, giliran tidak ditunggu bejibun. Terus bagaimana cara mengetahui kalau mereka sedang lewat? Tidak sulit kok, hanya cukup mengecilkan volume suara kita, memperbesar daya tangkap telinga. Jikalau ada terdengar bunyi tek tek, sebaiknya langsung keluar, kemudian sebutkan saja order-an kita. ^_(SPY @pojokanKampus).

To be continued..

*Cukup sekian. Kali lain kita berjumpa kembali.

===Selamat Menunaikan Ibadah Puasa===